MarguruMalua / Katekisasi Sidi / Naik Sidi Yaitu mempersiapkan diri menjadi Kristen yang dewasa, medewasakan iman melalui alkitab. Dan diajak untuk mengenal jalan keselamatan yaitu Yesus Kristus. Dan umat Katholik tidak mempunyai ritual atau sakramental sat itu, perlu diketahui segala ritual adalah tradisi turuntemurun dalam gereja Katholik. 2 Bagaimana cara mengerjakan shalat seperti yang dianjurkan oleh Rosulullah SAW. f) Memberi sumbangsi pembanding dengan makalah lain. Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah ( ), sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. ad_1] Halo para mahasiswa/i Indonesia! Pastinya sudah pernah mendengar peribahasa yang berbunyi “buku adalah jendela dunia”. Hal ini tidak terlepas dari peran buku yang sejak penemuannya pertama kali selalu digunakan sebagai alat pembentuk peradaban. Sebut saja karya yang berasal dari Zaman Pencerahan seperti Il Principe oleh Niccolo Machiavelli SidiGazalba mengarikan moral sebagai kesesuaiaan dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. artinya bahwa apa yang dilakukannya itu mempunyai sifat buruk atau tidak layak atau tidak sesuai dengan yang seharusnya. Sebaliknya jika dikatakan ia moralnya baik berarti apa yang dilakukannya AlasanKamu Wajib Punya Sertifikat CCNA Sertifikat adalah satu hal yang nyata manfaatnya dalam membangun karir. Entah itu menjadi karyawan, konsultan, pengusaha, apapun. Karena dengan sertifikat berarti kita sudah memiliki pengakuan tertulis dari penerbit sertifikat. Kenapa harus wajib punya sertifikat CCNA RS? 1. Adalima jenis dan kondisi salam yang tidak wajib untuk dijawab atau boleh jika tidak dijawab, yaitu : Salam dari seseorang yang diya [Agama] Bawa Telinga, Tinggalkan Mata, Bawa Iman, Tinggalkan Nafsu #BabDoa #ChapterMenuntutIlmu Selama menuntut ilmu itu adalah diantara waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa, bahkan waktu mustajab i xbfTj. Apakah Sidi Itu Wajib – Apakah Sidi Itu Wajib? Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama Islam. Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi adalah berpuasa dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa, mulai dari makan, minum, bercumbu, sampai bersetubuh. Sidi juga dikenal sebagai puasa sunnah – yaitu perbuatan ibadah yang dianjurkan dalam Islam, tetapi bukan sebuah kewajiban. Dalam konteks ini, menjawab pertanyaan “Apakah Sidi itu wajib?” mungkin akan bergantung pada pandangan individu. Beberapa orang berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban, tetapi merupakan suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Sidi adalah kewajiban, karena tuntutan agama. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama. Mereka juga mengatakan bahwa seorang Muslim tidak boleh meninggalkan Sidi, karena itu akan menjadi dosa. Namun, ada juga beberapa orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Mereka berpendapat bahwa tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak melakukannya. Mereka juga berpendapat bahwa jika seseorang tidak melaksanakan Sidi, maka ia akan menghadapi konsekuensi yang berat. Kesimpulannya, apakah Sidi itu wajib atau tidak, tergantung pada pandangan individu. Namun, sebagian besar ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban. Mereka berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Oleh karena itu, meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Daftar Isi 1 Penjelasan Lengkap Apakah Sidi Itu – Apakah Sidi Itu Wajib? – Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama – Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan – Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam – Ada orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah – Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah – Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam – Meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Penjelasan Lengkap Apakah Sidi Itu Wajib – Apakah Sidi Itu Wajib? Apakah Sidi Itu Wajib? Sidi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban masyarakat Muslim. Sebenarnya, istilah ini merujuk pada sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh agama Islam untuk mengikuti. Kewajiban ini termasuk beribadah, berbuat baik, menaati peraturan Islam, dan lainnya. Kewajiban Sidi banyak ditentukan oleh agama dan sosial, dan setiap masyarakat Muslim berbeda-beda. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi wajib memakai jilbab, tapi di daerah lain mungkin tidak. Kewajiban Sidi juga bisa bergantung pada konteks situasi. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi wajib berpuasa di bulan Ramadan, namun di daerah lain, orang dapat memilih untuk tidak berpuasa dalam kondisi tertentu. Karena ada banyak kewajiban yang berbeda-beda, masyarakat Muslim dapat menggunakan istilah Sidi untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban. Biasanya, hal-hal ini berhubungan dengan ibadah, moral, etika, dan lainnya. Sidi bukan hanya berlaku untuk masyarakat Muslim saja, tapi juga digunakan dalam kontek lain. Sebagai contoh, di beberapa daerah, Sidi juga bisa berarti kewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Di daerah lain, istilah ini mungkin juga digunakan untuk menggambarkan kewajiban sosial, seperti menghormati orang tua. Meskipun istilah Sidi banyak digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang dianggap sebagai kewajiban, tidak semua hal yang dianggap sebagai kewajiban adalah Sidi. Sebagai contoh, di beberapa daerah, kewajiban berpuasa tidak selalu disebut sebagai Sidi. Secara keseluruhan, Sidi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah kewajiban masyarakat Muslim. Ini bisa berupa ibadah, moral, etika, aturan, dan lainnya. Hal-hal yang dianggap sebagai Sidi bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, dan tidak semua hal yang dianggap sebagai kewajiban disebut sebagai Sidi. – Pertanyaan ini sering diucapkan orang yang beragama Islam. Pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’ sering diucapkan oleh orang-orang yang beragama Islam. Ini adalah pertanyaan yang sering diutarakan oleh orang-orang yang ingin tahu apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Sidi adalah sebuat kata yang digunakan untuk menyebut seorang yang lebih tua atau yang lebih berpengalaman dalam keagamaan. Secara harfiah, kata Sidi’ berarti My Master’. Kata ini juga digunakan untuk menyebut seorang guru atau pemimpin spiritual. Pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’ berarti apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Ini adalah pertanyaan yang sering diutarakan oleh orang-orang yang ingin mengetahui apakah salat, ibadah atau amal yang dilakukan oleh orang lain adalah suatu kewajiban. Menurut ajaran Islam, salat adalah salah satu ibadah yang harus dilakukan oleh semua orang yang beragama Islam. Salat adalah cara untuk berbicara dan berdialog dengan Allah. Salat juga merupakan cara untuk mengingatkan manusia tentang kewajiban mereka untuk beribadah kepada Allah. Bagi umat Islam, salat juga merupakan tanda keimanan dan dedikasi mereka kepada Allah. Jadi, salat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam. Tidak hanya salat, tapi semua ibadah dan amal yang dilakukan oleh orang lain harus berdasarkan aturan Allah dan ajaran agama Islam. Namun meskipun salat adalah suatu kewajiban bagi umat Islam, ada juga amal yang tidak wajib. Amal atau aktivitas yang tidak wajib adalah amal atau aktivitas yang tidak dinilai oleh Allah. Misalnya, menyumbang kepada yayasan amal atau membantu orang lain yang membutuhkan. Jadi, untuk menjawab pertanyaan Apakah Sidi Itu Wajib?’, jawabannya adalah tergantung pada apa yang dimaksud dengan Sidi’. Jika Sidi’ berarti salat, maka jawabannya adalah Ya, salat adalah wajib bagi umat Islam. Namun jika Sidi’ berarti amal atau aktivitas yang tidak wajib, maka jawabannya adalah Tidak, ia tidak wajib. – Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi adalah perbuatan ibadah yang dikerjakan hanya dalam bulan Ramadhan. Sidi diperbolehkan di bulan Ramadhan oleh para ulama dan diwajibkan oleh para pengikut agama Islam. Sidi, secara harfiah berarti sesuatu yang menyerupai, dan digunakan untuk merujuk pada ibadah yang terkait dengan bulan Ramadhan. Ibadah ini dapat berupa shalat sunnah, membaca Al-Quran, atau mengerjakan amalan lainnya yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat. Dalam konteks agama Islam, Sidi adalah suatu bentuk ibadah yang diwajibkan untuk dilakukan pada bulan Ramadhan. Ibadah ini dapat berupa shalat sunnah, membaca Al-Quran, atau melakukan amalan lainnya yang dianggap bermanfaat bagi umat Islam. Ibadah ini diwajibkan oleh para ulama karena ia merupakan cara untuk memperkuat komitmen umat Islam terhadap tuntunan agama. Dengan demikian, umat Islam dapat meningkatkan kesadaran spiritual dan memahami ajaran agama mereka dengan lebih baik. Selain itu, Sidi juga membantu umat Islam meningkatkan motivasi dalam mengerjakan ibadah. Ibadah seperti membaca Al-Quran atau mengerjakan shalat sunnah dapat membantu mereka untuk lebih mengerti dan menghargai makna ibadah. Karena Sidi diwajibkan oleh para ulama, maka para pengikut agama Islam harus mematuhi perintah tersebut. Oleh karena itu, mereka harus menyediakan waktu dan energi untuk melakukan ibadah tersebut. Kecuali ada alasan yang kuat untuk tidak melakukannya, maka setiap orang yang mengikuti agama Islam harus melakukan Sidi selama bulan Ramadhan. Dengan demikian, mereka akan dapat meningkatkan kesadaran spiritual dan memahami ajaran agama mereka dengan lebih baik. – Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Sidi adalah sebuah tradisi di mana seseorang yang percaya kepada Tuhan memberikan sumbangan kepada orang lain. Ini biasanya dilakukan dalam bentuk uang tunai, barang, atau layanan. Dari masa ke masa, ada banyak ulama yang membahas Sidi, dan banyak di antaranya berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam karena tidak ada dalil yang kuat yang mendukungnya. Beberapa contoh dalil yang diberikan adalah bahwa tidak ada ayat Al-Quran yang secara langsung menyebutkan tentang Sidi. Juga, tidak ada hadis yang menunjukkan kepada kita bahwa kita harus berikan Sidi. Oleh karena itu, berdasarkan dalil-dalil ini, kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Namun, meskipun kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam, masih ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Beberapa dari mereka menggunakan dalil-dalil yang berbeda untuk mendukung pendapat mereka. Salah satu contoh dalil yang mereka gunakan adalah bahwa Allah berfirman dalam Al-Quran “Maka berikanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kepadamu azab QS. Al-Baqarah 219. Berdasarkan ayat ini, beberapa ulama berpendapat bahwa kita harus membayar Sidi karena itu merupakan bentuk pengabdian kepada Allah. Selain itu, beberapa ulama juga berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban dalam Islam karena ia merupakan bagian dari kesetaraan sosial. Setiap orang diharapkan membantu orang lain yang kurang beruntung, dan Sidi adalah salah satu cara untuk melakukannya. Namun, meskipun beberapa ulama berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban, kebanyakan ulama masih berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka menyatakan bahwa Sidi adalah sebuah bentuk kebaikan yang berasal dari jiwa yang suci dan bersih, dan seseorang tidak diharuskan untuk melakukannya. Secara keseluruhan, meskipun ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban dalam Islam, namun kebanyakan ulama berpendapat bahwa Sidi bukanlah sebuah kewajiban dalam Islam. Mereka menyatakan bahwa Sidi adalah sebuah bentuk kebaikan yang berasal dari jiwa yang suci dan bersih, dan seseorang tidak diharuskan untuk melakukannya. Oleh karena itu, meskipun Sidi adalah sebuah hal yang baik, tetapi hal ini bukanlah sebuah kewajiban. – Ada orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Sidi adalah istilah Arab yang berarti tepat’, diperintahkan’, atau diharuskan’. Sidi adalah sebuah kewajiban bagi orang-orang yang beriman kepada Tuhan. Sidi berasal dari Al-Quran, yang mengajarkan kepada manusia bagaimana cara menjalankan hidup yang baik dan benar. Sidi dianggap sebagai kewajiban karena melalui Sidi, orang dapat mengikuti perintah yang diberikan oleh Allah untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, orang yang beriman harus secara sadar mematuhi Sidi sebagai bentuk takwa. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Sidi adalah sebuah kewajiban. Pendapat ini berdasarkan pada fakta bahwa Sidi adalah jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan mengikuti Sidi, orang dapat mencapai kesehatan dan kebahagiaan di dunia serta pahala di akhirat. Selain itu, melalui Sidi, orang dapat menjalankan tugas-tugas yang ditetapkan Tuhan. Sebagai contoh, menjaga kesehatan, menjaga hubungan baik dengan orang lain, menjalankan ibadah, dan melaksanakan amal saleh adalah semua tugas yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman. Dengan melaksanakan tugas-tugas ini, orang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencapai keselamatan. Karena Sidi adalah kewajiban, orang yang beriman harus menjalankannya dengan sungguh-sungguh. Pengikut Sidi harus tulus dan ikhlas dalam melaksanakannya dan menghindari segala bentuk ketidakjujuran dan kejahatan. Mereka harus selalu berusaha untuk menjalankan Sidi dengan benar dan saling mengingatkan satu sama lain jika salah satu dari mereka melanggar Sidi. Kesimpulannya, Sidi adalah kewajiban bagi orang yang beriman. Dengan menjalankan Sidi, orang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, orang-orang yang beriman harus sungguh-sungguh menjalankan Sidi dan menghindari segala bentuk kejahatan dan ketidakjujuran. – Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Sidi adalah sebuah perbuatan suci yang dianjurkan dalam agama, tetapi bukan sebuah kewajiban. Sidi dalam agama Islam berarti berbuat baik dan menyumbang kepada sesama. Ini adalah perbuatan yang dilakukan dengan suka rela dan tujuan untuk membantu sesama dan menyumbang kepada komunitas. Sidi merupakan suatu kebiasaan dalam agama Islam untuk menyumbangkan waktu, uang, dan perhatian kepada sesama. Sidi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai bentuk, termasuk pemberian sumbangan kepada orang-orang yang membutuhkan dan berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat bagi komunitas. Ini bisa berupa membantu orang lain dengan membantu mereka dalam pekerjaan rumah tangga, mengajar anak-anak di sekolah, membantu orang yang sakit, atau membantu orang yang tidak mampu dalam menyelesaikan masalah keuangan. Sidi tidak diwajibkan oleh agama Islam, tetapi ada banyak hadis yang memotivasi untuk melakukan perbuatan baik ini. Salah satu hadis yang paling terkenal adalah “Apa pun yang kamu lakukan, lakukanlah dengan sebaik-baiknya”. Hadis ini mengajarkan bahwa kita harus melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, termasuk berbuat baik kepada sesama. Karena tidak ada kewajiban untuk berbuat baik, maka orang dapat memutuskan sendiri apakah mereka ingin melakukan sidi atau tidak. Namun, banyak orang yang melakukan perbuatan baik ini karena mereka percaya bahwa melakukan perbuatan baik adalah cara yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada akhirnya, perbuatan baik yang dilakukan tanpa rasa paksaan adalah sesuatu yang sangat dihargai. Orang-orang yang melakukan sidi hanya melakukan hal-hal ini karena dorongan mereka sendiri untuk membantu orang lain. Ini adalah hal yang baik untuk dilakukan karena memberikan manfaat kepada orang lain, dan ini juga merupakan cara yang baik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. – Hal ini juga didukung oleh Al-Quran dan Hadits yang menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Sidi adalah sebuah istilah yang menggambarkan sebuah bentuk ibadah yang disebut dengan puasa. Istilah ini diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi bagian penting dalam agama Islam. Istilah ini berasal dari bahasa Arab yang berarti berpuasa’. Puasa adalah sebuah ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Puasa diwajibkan bagi umat Islam untuk melakukan ibadah yang berguna untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT. Puasa dapat melatih kedisiplinan dan keteguhan dalam menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan. Apakah puasa itu wajib? Menurut al-Quran, Allah telah memerintahkan manusia untuk berpuasa, karena Allah mengetahui bahwa puasa akan membawa manfaat yang besar bagi mereka. Allah juga telah menetapkan waktu puasa Ramadan sebagai waktu yang tepat untuk memulai dan menyempurnakan ibadah puasa. Hadits juga menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Terdapat banyak hadits yang menyebutkan pentingnya ibadah puasa, di antaranya “Berpuasa adalah salah satu bentuk ibadah yang paling utama, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi SAW. Selain itu, puasa juga merupakan bentuk pengorbanan yang dihargai oleh Allah SWT. Hadits juga menyatakan bahwa berpuasa adalah sebuah perintah Allah dan manusia harus menaatinya. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa, maka ia berpuasa karena Allah dan barangsiapa yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan Jadi, berpuasa adalah sebuah kebaikan yang dianjurkan dalam agama. Ini juga diperintahkan oleh Allah SWT dan harus ditaati oleh umat Islam. Berpuasa adalah sebuah ibadah yang dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dan membawa manfaat yang besar bagi kita. – Meskipun Sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Sidi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kewajiban moral dan spiritual yang diberikan kepada seorang Muslim. Sidi berasal dari kata Arab yang berarti “mematuhi aturan” atau “berkorban untuk”. Dalam konteks Islam, sidi berarti menjalankan ketaatan kepada Allah. Konsep sidi telah dikenal sejak jaman Nabi Muhammad dan telah menjadi bagian penting dari syariat Islam. Sidi dapat diartikan sebagai kesadaran akan hakikat bahwa semua perbuatan yang kita lakukan akan menentukan pahala atau hukuman yang akan kita terima dari Allah. Dengan demikian, sidi adalah komitmen untuk melakukan pekerjaan yang baik karena itu adalah yang terbaik untuk kesejahteraan kita di dunia dan di akhirat. Meskipun sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Hal ini karena sidi merupakan sebuah bentuk pengabdian kepada Allah dan salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan di dunia ini. Dengan melakukan sidi, seseorang dapat mengukur sejauh mana ia berusaha untuk tunduk pada perintah Allah. Dengan kata lain, sidi adalah sebuah salah satu bentuk tanggung jawab moral yang diberikan kepada seorang Muslim. Sidi adalah sebuah bentuk pengabdian dan ketaatan yang sangat penting bagi seorang Muslim. Hal ini karena dengan melakukan sidi, seseorang dapat mencapai tujuan hidupnya yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan melakukan sidi, seseorang juga dapat meningkatkan rasa cinta dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, meskipun sidi bukanlah sebuah kewajiban, seorang Muslim tetap dianjurkan untuk melaksanakannya. Melalui melaksanakan sidi, seseorang dapat meningkatkan kepatuhan terhadap Allah dan mencapai tujuan hidupnya. Dengan kata lain, sidi merupakan salah satu bentuk tanggung jawab moral yang diberikan kepada seorang Muslim. Pandangan Alkitab Konfirmasi atau Sidi—Apakah Itu Tuntutan Kristen? ”Konfirmasi atau sidi adalah sakramen yang memberikan kesempurnaan kehidupan Kristen yang sepenuhnya kepada orang kristiani yang sudah dibaptis, menjadikan dia rohaniwan yang dewasa, seorang serdadu, dan saksi Kristus.”—The Catholic Encyclopedia for School and Home. KEBANYAKAN orang Protestan menolak gagasan bahwa konfirmasi adalah sebuah sakramen. Namun, ahli teolog abad ke-13 Thomas Aquinas menulis bahwa ”konfirmasi adalah penyempurnaan terakhir dari sakramen pembaptisan”. Yang mana pun artinya, pertanyaan-pertanyaan tetap timbul, Apakah orang-orang kristiani yang mula-mula mempraktikkan konfirmasi? Apakah upacara tersebut merupakan tuntutan Kristen dewasa ini? ”Dalam Injil sama sekali tidak ditunjukkan bahwa Yesus menegakkan Sakramen Konfirmasi,” demikian diakui New Catholis Encyclopedia. Kalau begitu mengapa guru-guru agama mengajukan gagasan bahwa setelah baptisan, upacara kedua, yang mungkin berupa pengurapan dengan minyak dan pemberkatan, diperlukan untuk membuat seseorang menjadi anggota gereja dalam arti yang lebih penuh? Bagaimana Asal Mula Konfirmasi? Pembaptisan bayi merupakan salah satu faktor yang menentukan sehingga sakramen lain diperlukan. ”Karena menyadari problem-problem yang ditimbulkan oleh pembaptisan bayi,” kata buku Christianity, ”gereja-gereja . . . mengingatkan kepada mereka yang telah dibaptis mengenai arti pembaptisan melalui ’konfirmasi’ di kemudian hari”. Apakah konfirmasi benar-benar mengingatkan mereka akan arti pembaptisan, atau apakah hal itu justru mengaburkan kebenaran mengenai pembaptisan? Kenyataannya adalah bahwa pembaptisan bayi tidak didukung dalam Alkitab. Air yang dipercikkan ke atas bayi, misalnya, tidak membebaskan bayi itu dari dosa asal; hanya iman dalam tebusan Yesus Kristus yang dapat. Yohanes 316, 36; 1 Yohanes 17 Pembaptisan air adalah tanda luar bahwa orang yang dibaptis itu telah membuat pembaktian yang penuh melalui Yesus untuk melakukan kehendak Allah Yehuwa. Pembaptisan air adalah untuk murid—’orang percaya’—bukan untuk bayi.—Matius 2819, 20; Kisah 812. ”Di mana pembaptisan berakhir dan di mana Konfirmasi mulai?” demikian pertanyaan dalam New Catholic Encyclopedia. Jawabnya, ”Sebaiknya kita tidak membedakannya dengan terlalu teliti, karena kita membicarakan satu upacara dalam Gereja yang mula-mula.” Ya, pada abad pertama, ”satu upacara” yang menandakan keanggotaan dalam sidang Kristen adalah pembaptisan.—Kisah 241, 42. Apakah upacara konfirmasi, dengan penumpangan tangan [di atas kepala], diperlukan agar seseorang dapat memperoleh roh kudus? Tidak. Dalam sidang Kristen yang mula-mula, penumpangan tangan setelah pembaptisan biasanya menandakan penugasan khusus atau pemberian karunia-karunia roh yang ajaib. Karunia-karunia ini sudah berakhir dengan meninggalnya para rasul. 1 Korintus 131-31 Korintus 131-3 Jadi, gagasan bahwa konfirmasi meneruskan penumpangan tangan rasuli dan, sebagaimana dikatakan Basics of the Faith A Catholic Catechism, adalah sebuah ”sakramen yang mengubah seseorang dengan sepenuhnya sehingga hanya dapat diterima satu kali”, tidak dapat dipertanggungjawabkan. Rasul Paulus telah memberi peringatan mengenai penyimpangan dari kebenaran dasar Alkitab, ”Akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, melainkan menggemari ajaran baru . . . lalu, memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” 2 Timotius 43, 4, The Jerusalem Bible Namun, mereka yang percaya kepada upacara konfirmasi menyebutkan dua contoh dalam Alkitab sebagai bukti. Dasar Alkitab? Catatan yang terdapat di Kisah 814-17 sering digunakan sebagai dasar dari konfirmasi. Namun, penumpangan tangan untuk menerima roh kudus di sini adalah suatu kejadian yang unik. Mengapa demikian? Orang-orang Samaria adalah proselit non-Yahudi. Jadi, mereka adalah orang-orang bukan Israel yang pertama-tama bergabung dengan sidang Kristen. Pada waktu Filipus memberitakan Injil di Samaria, banyak orang Samaria ”memberi diri dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan”, tetapi mereka tidak segera menerima roh kudus. Kisah 812 Mengapa? Ingat, kepada Petrus-lah Yesus mempercayakan ”kunci-kunci Kerajaan Sorga”—hak istimewa pertama untuk membuka kesempatan untuk masuk ke dalam ”Kerajaan Sorga” bagi berbagai kelompok orang-orang percaya. Matius 1619, NW Maka, baru setelah Petrus dan Yohanes datang ke Samaria dan menumpangkan tangan atas murid-murid non-Yahudi yang pertama, roh kudus dicurahkan atas mereka sebagai tanda keanggotaan mereka kelak di ”Kerajaan Sorga”. Ada yang melihat bukti dalam Kisah 191-6 bahwa orang-orang kristiani yang mula-mula mempunyai upacara lain setelah pembaptisan. Namun, dalam hal ini alasan untuk menunda pencurahan roh kudus kepada beberapa murid di kota Efesus adalah bahwa orang-orang yang baru percaya ini dibaptis menurut ”baptisan Yohanes,” yang sudah tidak berlaku lagi. Lihat juga Kisah 1824-26. Ketika hal ini dijelaskan kepada mereka, dengan segera mereka ”memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus”. Dan pada waktu itu, rasul Paulus ”menumpangkan tangan di atas mereka” agar mereka dapat menerima karunia-karunia ajaib roh kudus selain diangkat menjadi anak-anak rohani Allah.—Roma 815, 16. Dari kejadian-kejadian ini, Dictionary of Theology mengatakan, ”Tidak ada kelanjutan yang jelas dari kejadian-kejadian ini, dan, sekalipun jika memang dapat dijadikan contoh, halnya diragukan apakah itu harus dianggap sebagai standar bagi pelantikan Kristen seperti halnya dengan pembaptisan air. . . . Kitab Kisah Para Rasul mencatat banyak upacara pembaptisan air yang tidak diikuti dengan penumpangan tangan jadi sebenarnya kejadian-kejadian ini [yang dicatat dalam Kisah 8 dan 19] merupakan perkecualian.” Ya, ini merupakan tindakan-tindakan khusus dengan maksud untuk dapat mengatasi keadaan-keadaan yang lain daripada yang biasa. ”Upacara yang disebut ’konfirmasi’,” New Dictionary of Theology memberi kesimpulan, ”telah menjadi suatu ’upacara mencari sebuah pengajaran teologi’”. Sebenarnya, hal itu adalah upacara yang tidak berdasarkan Alkitab, hasil dari pengajaran yang salah, dan sudah pasti bukan tuntutan bagi orang-orang kristiani. 1. Biasanya pada saat peneguhan sidi, kita berusaha merenungkan tentang apa itu arti Sidi, baik bagi kita yang sudah sidi, ataupun bagi mereka yang belum menganggap pentingnya sidi itu. Para orang tua mendorong anak-anak mereka . untuk mengikuti katekisasi dan merasa puas apabila anak mereka telah sidi. Sebab sidi biasanya dianggap sebagai ukuran keberhasilan orang tua. dalam mendidik anak mereka secara Kristiani. Bahkan ada juga yang menganggap bahwa dengan sidi, beban orang tua menjadi ringan. Karena anaknya telah dapat "berdiri sendiri" dan dosa mereka tidak lagi "dipikul" orang tua. Anggapan demikian tidak seluruhnya benar, karena katekisasi dan sidi itu sendiri tidak menjamin kualitas iman seseorang, apalagi menyelamatkannya. Biasanya katekisasi hanya berlangsung sekitar 6 bulan s/d 1 tahun dengan 1 atau 2 x pertemuan setiap minggu, sebenarnya dengan jumlah pertemuan itu, tidaklah dapat menampung materi yang akan diajarkan Gereja. Belum lagi kebutuhan dan tantangan yang dihadapi para katekisan itu sendiri yang perlu dibahas dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Di lain pihak buku pedoman yang tersedia sebagai buku materi pelajaran belum memenuhi persyaratan yang dituntut oleh i1mu pendidikan dalam rangka memperlengkapi seseorang untuk mencapai taraf kedewasaan iman. Belum lagi kemampuan para pengajar katekisasi yang pada umumnya kurang mempersiapkan diri dengan materi penunjang lainnya• yang dapat memperkaya pelajaran katekisasi, dan metode yang cocok dalam mengajar karena kesibukan melayani biasanya yang mengajar katekisasi adalah pendeta di jemaat tsb. Katekisasi sidi merupakan salah satu pelayanan gereja yang sangat penting. Kegiatan ini pada abad modern ini di tempat dalam rangka pendidikan agama Kristen yang berlangsung bagi seseorang sejak dari kandungan ibu hingga kandungan bumi mati. Oleh karena itu setiap orang yang mengikuti katekisasi harus mempersiapkan diri dengan baik, demikian juga setiap pengajar harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan, pemahaman yang benar dan keterampilan yang baik, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara bertanggung-jawab sebagai upaya pendidikan warga Untuk memahami pernyataan di atas, pertama-tama kita perlu mengikuti uraian singkat tentang latar belakang Katekisasi. Orang Israel, melaksanakan pendidikan agama mulai keluarga-keluarga• bnd Ulangan 6. Kebiasaan ini tidak pernah berubah sekalipun Bait Allah dihancurkan dan umat menderita. Rumah-rumah ibadat sinagoge yang didirikan di berbagai pelosok diisi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan. Setelah pembuangan ke Babel abad IV SM, maka kegiatan pendidikan sekitar rumah-rumah ibadat makin ditingkatkan. Angkatan muda dididik secara intensif dalam dua kategoria. tingkat dasar yang disebut Beth-Hasepher, yang berarti Rumah Buku. Semua anak yang berumur 6 tahun diwajibkan memasuki Rumah Buku. Di sana mereka belajar bahasa Ibrani, menghafalkan buku-buku Taurat 5 buku Musa, Kejadian - Ulangan, Mazmur dan Raja¬raja. Pada saat anak berumur 9 tahun, anak-anak itu diharapkan sudah mampu membaca dengan menghafal seluruh kitab dalam Perjanjian Lama dalam bahasa Tingkat lanjutan yang disebut Beth-Hammidrasy atau Beth-Talmud yang berarti Rumah Midras atau Rumah Talmud. Di rumah pendidikan ini mereka belajar misyna, yaitu penafsiran tentang isi Taurat secara lengkap. Para anak didik mendapat latihan dan keterampilan untuk menghubungkan ajaran Taurat dengan kenyataan hidup setiap hari. Peserta Pendidikan Rumah Midras adalah anak-anak usia 10 - 13 tahun. Selain mendapat pelajaran Agama, juga mempelajari ilmu hitung, ilmu bintang, ilmu bumi dan. ilmu hayat sebagai pelengkap untuk menyoroti penafsiran Taurat. Mereka dapat mengkritik seorang rabbi guru bahkan mengecamnya, disamping mempertahankan pendapat-pendapat gurunya sendiri. Lukas 246 menyaksikan bahwa Yesus juga mengalami pendidikan seperti ini dan seperti anak Yahudi lainnya pada usia 12 tahun dilantik sebagai warga umat yang dapat kita• samakan dengan peneguhan Sidi kita pada masa kini. Murid Yesus juga mengalami pendidikan seperti ini. Tidak tepat bila kita katakan bahwa mereka adalah orang-orang yang buta huruf. Kisah Para Rasul 14 13 memberikan kesan bahwa Petrus dan Yohanes adalah orang-orang bodoh. Sebenarnya istilah tidak terpelajar atau orang biasa dalam ayat tersebut menyatakan bahwa Petrus dan Yohanes tidak menempuh Ahli Taurat pendidikan Tinggi seperti Rasul Paulus Selanjutnya dalam gereja purba abad I-IV juga dikenal pendidikan Agama khususnya bagi orang-orang yang baru menganut agama Kristen. Cara dan isi pengajaran mengambil bentuk seperti pendidikan Yahudi. Seorang Kristen baru calon baptis yang umumnya telah dewasa harus menghafal Taurat, Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman, dan menyelami rahasia Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus. Dalam menghafal itu, Taurat dan ucapan-ucapan Tuhan Yesus diulang-ulangi dan diresapi dengan iman, demikian juga dengan ajaran para Rasul. Mula-mula persiapan calon baptisan dilakukan dengan singkat 4029,30,37; 1029. Lama-kelamaan pendidikan formal dibentuk dengan nama Katekumenat. Pendidikan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan orang-orang Kristen baru supaya mewujudkan Imannya dalam gereja dan masyarakat. Lama tergantung dari keadaan dan kebutuhan. Ada yang 3 bulan tapi juga dapat menjadi 3 tahun. Selain para peserta didik menerima pelajaran agama dan tafsiran, juga bahasa, filsafat dan juga ilmu sains seperti ilmu ukur, berhitung, dan ilmu hayat. Sesudah itu mereka dibaptis dan diharapkan menjadi orang Kristen yang terampil dan mampu mempertahankan imannya. Dari istilah Katekumat ini muncul sekolah Katekisasi yang kemudian dikembangkan terpisah setelah ilmu pengetahuan semakin berkembang pada abad pertengahan abad VI - XV. Yohanes Calvin, reformator abad XVI mengembangkan pendidikan katekisasi dalam rangka persiapan diri untuk sidi. Calvin menyusun bahan-bahan pelajaran yang dapat diajarkan dalam 55 kali pertemuan sebelum sidi. Jadi lamanya katekisasi ditentukan oleh bahan yang diajarkan. 55 pokok itu dapat dilaksanakan dalam jangka waktu singkat, misalnya minimal 3 bulan dan maksimal 3 tahun. Setelah katekisasi, seseorang dapat diteguhkan sebagai warga jemaat yang karena imannya, dalam menyambut anugerah Allah, mengambil bagian dalam pelayanan Kristus, maka ia ikut serta dalam Perjamuan Kudus. Kata "Sidi" secara historis sulit ditelusuri asal-usulnya. Ada dugaan bahwa kata ini berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya sempurna bnd kata purnama sidi. Ada juga yang mengatakan berasal dari bahasa Melayu "Sidik" sidik jari atau "sidi" yang sama dengan penyelidikan, pemeriksaan. Ada lagi yang mengatakan berasal dari bahasa lbrani, "Tsadik" yang berarti bijak. Sehingga konon, orang-orang yang telah sidi berarti mereka yang telah diselidiki pengetahuan dan pemahamannya tentang Firman' Allah dan oleh anugerah Allah memiliki hikmat dan kesempurnaan hidup. Semua warga jemaat patut• menempuh pendidikan untuk bertumbuh dalam iman, sebagaimana Tuhan Yesus sendiri menempuh proses pendidikan itu melalui Rumah Buku dan Rumah Midras lalu Ia "Sidi" pada usia 12 tahun. Jewede Pertanyaan Apakah hukum umroh itu wajib atau sunnah? Teks Jawaban merupakan ijma’ para ulama tentang disyari’atkannya umroh, dan memiliki keutamaan yang besar. Namun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bahwa hukum umroh adalah sunnah, pendapat ini juga didukung oleh Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-. Dalil mereka adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi 931, dari Jabir bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- ditanya tentang umroh, apakah hukumnya wajib?, beliau menjawab “Tidak, akan tetapi jika kalian melaksanakan umroh akan lebih afdol”. Namun ternyata hadits ini dha’if menurut Imam Syafi’I, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hajar, Nawawi dan al Bani dalam Dha’if Tirmidzi, dan beberapa Imam yang lain. Imam Syafi’i –rahimahullah- berkata “Hadits tersebut dha’if, tidak bisa dijadikan dalil. Tidak ada satu pun riwayat yang mengatakan bahwa umroh itu hukumnya sunnah”. Ibnu Abdil Bar berkata “Hadits di atas diriwayatkan melalui beberapa sanad yang tidak shahih, dan tidak bisa dijadikan dalil”. Imam Nawawi dalam “Majmu’ 7/6” berkata “Para ulama hadits sepakat bahwa hadits di atas adalah dha’if”. Adapun yang menjadikan hadits di atas adalah dha’if adalah bahwa Jabir –radhiyallahu anhu- berpendapat bahwa umroh itu wajib. Sedangkan Imam Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa umroh adalah wajib, pendapat ini juga dikuatkan oleh Imam Bukhori –rahimahumullah-. Mereka memiliki beberapa dalil dibawah ini 1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2901 عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ ؟ قَالَ نَعَمْ ، عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لا قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ . قال النووي في "المجموع" 7/4 إسناده صحيح على شرط البخاري ومسلم اهـ . وصححه الألباني في صحيح ابن ماجه . Dari Aisyah –radhiyallahu anha- berkata Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?, beliau menjawab “Ya, mereka juga wajib berjihad, namun tanpa peperangan, yaitu haji dan umroh”. Imam Nawawi berkata dalam “al Majmu” 4/7 sanadnya shahih sesuai dengan syarat Imam Bukhori dan Muslim. Dishahihkan oleh al Bani dalam “Shahih Ibnu Majah” Dasar pengambilan dalil ini adalah sabda Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- “عليهن”, di dalam bahasa Arab kata “على” berarti wajib. 2. Hadits Jibril yang sudah tidak asing lagi, ketika dia bertanya kepada Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- tentang Islam, Iman, hari kiamat dan tanda-tandanya. Ibnu Khuzaimah dan Daru Quthni meriwayatkan dari Umar bin Khattab –radhiyallahu anhu- ada tambahan penyebutan haji dan umroh dengan redaksi sebagai berikut الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وتقيم الصلاة ، وتؤتي الزكاة ، وتحج البيت وتعتمر ، وتغتسل من الجنابة ، وتتم الوضوء ، وتصوم رمضان قال الدارقطني هذا إسناد ثابت صحيح . “Islam adalah anda bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan umroh, mandi besar ketika junub, menyempurnakan wudhu’ dan berpuasa Ramadhan”. Daru Quthni berkata sanad hadits ini shahih 3. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud 1799 dan an Nasa’i 2719 عَنْ الصُّبَيّ بْن مَعْبَدٍ قال كُنْتُ أَعْرَابِيًّا نَصْرَانِيًّا . . . فَأَتَيْتُ عُمَرَ ، فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، إِنِّي أَسْلَمْتُ ، وَإِنِّي وَجَدْتُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ مَكْتُوبَيْنِ عَلَيّ فَأَهْلَلْتُ بِهِمَا ، فَقَالَ عُمَرُ هُدِيتَ لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Dari Shubay bin Ma’bad berkata Saya dahulu seorng Arab badui beragama Nasrani…lalu saya mendatangi Umar dan berkata Wahai Amirul Mukminin, saya sudah memeluk agama Islam, dan saya mendapatkan haji dan umroh hukumnya adalah wajib bagiku, maka saya mulai mengerjakan keduanya. Umar berkata “Engkau telah diberi petunjuk sesuai dengan sunnah Nabimu –shallallahu alaihi wa sallam-. 4. Perkataan para sahabat, di antaranya Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir bin Abdullah –radhiyallahu anhum-. Jabir berkata “Tidaklah seorang muslim kecuali diwajibkan berumroh”. Al hafidz berkata “diriwayatkan oleh Ibnul Jahm al Maliki dengan sanad yang shahih. Imam Bukhori –rahimahullah- berkata “Bab wajibnya umroh dan keutamaannya”. Ibnu Umar –radhiyallahu anhuma- berkata “Tidak ada seorang muslim kecuali diwajibkan baginya haji dan umroh”. Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- berkata “Indikasi bahwa umrah adalah wajib adalah ayat al Qur’an وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah”. QS. Al Baqarah 196 Indikasinya adalah wajibnya ibadah haji. Syeikh Ibnu Baaz berkata “Yang benar adalah bahwa umroh hukumnya wajib sekali seumur hidup seperti haji”. Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz 16/355 Syeikh Ibnu Utsaimin dalam “Syarh Mumti’”7/9 berkata “Para ulama berbeda pendapat tentang umrah, namun yang jelas bagi saya hukumnya adalah wajib”. Di dalam Fatawa Lajnah Daimah 11/317 disebutkan “Yang benar dari kedua pendapat para ulama adalah bahwa umroh hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah”. QS. Al Baqarah 196 Dan juga berdasarkan beberapa hadits yang telah disebutkan sebelumnya. Wallahu a’lam Lihat al Mughni 5/13, al Majmu’ 7/4, Fatawa Ibnu Taimiyah 26/5, Syarh Mumti’ li Ibni Utsaimin 7/9. “Demikian juga halnya dengan iman Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Yakobus 2 17 Peneguhan sidi confirmation adalah bagian dari pengakuan iman dalam banyak gereja. Kata “sidi” berasal dari bahasa Sansekerta, artinya penuh atau sempurna. Pada kebanyakan gereja, setelah melakukan katekisasi kursus Alkitab, seseorang bisa diteguhkan sebagai anggota gereja melalui peneguhan sidi dalam upacara khusus di hadapan sidang jemaat. Apabila seseorang telah menerima peneguhan sidi, secara gerejawi keanggotaannya sudah penuh. Untuk sebagian gereja, peneguhan sidi bukan sakramen tapi berkaitan erat dengan sakramen. Baptisan usia dewasa memang bisa dilakukan bersama peneguhan sidi. Jika baptisan usia anak kemudian dilanjutkan dengan sidi sesudah menginjak usia dewasa, maka dalam hal ini peneguhan sidi adalah kesempatan untuk mengakui iman di hadapan jemaat. Selain itu, pengakuan sidi juga merupakan pernyataan bahwa janji orangtua untuk membesarkan anaknya sesuai dengan firman Tuhan telah ditepati, sampai sang anak percaya kepada Yesus Kristus. Melalui peneguhan sidi, seseorang diterima sebagai jemaat yang bertanggung jawab untuk mengambil bagian dalam pelayanan jemaat, dan diijinkan ikut dalam Perjamuan Kudus. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap orang yang mengikuti upacara sidi, antara lain Apakah dia mengaku percaya, akan Allah Tritunggal yang Esa Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Roh dia mengaku, bahwa firman Allah Alkitab yang dia pelajari dan ketahui akan membimbingnya pada jalan dia mengaku, untuk menolak segala dosa dan tindakan yang bertentangan dengan firman Tuhan dan mau hidup sesuai dengan firman dia mengaku dan mau, untuk mengikuti segala bentuk ibadah dan persekutuan dalam gereja. Tentunya, untuk semua pertanyaan di atas seseorang seharusnya menjawab dengan “ya” karena hanya dengan itu ia menyatakan pengakuan imannya. Memang untuk menjawab dengan “ya’ tidaklah terlalu sulit, apalagi semua pengertian atas pertanyaan di atas sudah diperoleh dari katekisasi. Walaupun demikian, dalam kenyataannya, apa yang diamini belum tentu dijalani. Banyak orang Kristen yang sudah faham akan seluk-beluk kekristenan secara teori, ternyata tidak mempunyai perhatian penuh dalam hal melaksanakan firman Tuhan. Bagi banyak orang Kristen, teori adalah jauh lebih mudah untuk dipelajari dari pada pelaksanaannya. Untuk mereka, iman adalah satu hal dan perbuatan adalah suatu tambahan yang terpisah. Bukankah orang Kristen diselamatkan hanya oleh iman? Bukankah iman Kristen berbeda dengan iman agama lain yang menyatakan bahwa manusia harus banyak berbuat baik untuk bisa menerima hidup kekal di surga? Sebenarnya ada bagian Alkitab yang menonjolkan hal perbuatan. Kitab Yakobus sering dipandang orang sebagai bukti pentingnya perbuatan baik untuk mencapai keselamatan. Tetapi, ayat di atas tidaklah menyatakan bahwa manusia diselamatkan karena perbuatan. Ayat itu hanya menjelaskan bahwa iman yang benar tidak mungkin untuk tidak disertai dengan perbuatan. Iman yang tanpa perbuatan adalah seperti teori yang diakui kebenarannya tetapi tidak pernah dipraktikkan. Bagaimana orang bisa mengakui apa yang benar tetapi tidak melaksanakannya dalam hidup adalah sebuah tanda tanya besar. Apakah orang itu benar-benar percaya kepada Tuhan dan firmanNya? Tidak sadarkah orang itu bahwa untuk menjadi umat Tuhan ia harus menolak segala dosa dan tindakan yang bertentangan dengan firman Tuhan dan mau hidup sesuai dengan perintahNya? Kita tidak perlu jauh-jauh melihat adanya orang yang mengaku Kristen tetapi gagal untuk hidup secara Kristen. Kita sendiri pun sering mengalami pertentangan batin antara melakukan hal yang baik dan tinggal berdiam diri. Apalagi, dengan berbuat apa yang sesuai dengan firman Tuhan ada kemungkinan bahwa masyarakat di sekitar kita akan membenci kita. Karena itu, kita juga sering memisahkan hidup kerohanian dari hidup sehari-hari. Apa yang kita pelajari dan akui dari Alkitab seringkali hanya menjadi pengetahuan dan bukan pengalaman. Dengan demikian kita membiarkan hidup kita tinggal dalam dosa pengabaian firman Tuhan. Bagaimana seseorang bisa mengaku beriman jika ia tidak pernah mau sepenuhnya melaksanakan perintah Tuhan? “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Yakobus 4 17

apakah sidi itu wajib